Selasa, 10 November 2015

170 Guru PNS Lingkup Kemenag Sumbawa “Direlokasi”


Merujuk kepada Permenpan &RB no 16 tahun 2009 , Paraturan Menteri Agama nomor 13 tahun 2012,
dan Keputusan Menteri Agama Nomor 492 tahun 2003 dan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sumbawa Nomor Kd.19.04/1/Kp.07.6/3187/2015 tentang mutasi Guru Pegawai Negeri Sipil, sebanyak  170  guru PNS di Madrasah Swasta Kementerian Agama dilakukan “relokasi”. Ditariknya seluruh guru PNS yang di madrasah swasta itu terkait anggaran Pendidikan termasuk gaji, dan tunjangan PNS guru itu tidak lagi dibayarkan melalui Kantor Kementerian Agama, melainkan dibbayarkan melalui DIPA Satuan kerja (satker) dalam hal ini Madrasah Negeri dari tiga jenjang (MAN, MTsN dan MIN). Jadi guru PNS kementerian Agama yang berada di swasta akan dialihkan secara administrasi ke pangkalan. “ tidak ada yang akan dirugikan dengan prose itu”. Hal itu disampaikan Drs. H. Sukri, M.Si Kasubag Kemenag saat beraudiensi dengan pihak guru yang direlokasi.
Dari 154 guru PNS yang mengajar di swasta itu akan dikategorikan dalam tiga tingkatan yaitu yang mengajar di Madrasah Aliyah Swasta akan dikembalikan ke MA Negeri yaitu MAN 1, MAN 2 dan MAN 3 Sumbawa. Pada tingkat Madrasah Tsanawiyah akan direlokasi ke MTsN Sumbawa Besar, MTsN Alas, MTsN Empang. Kemudian guru PNS MI di Swasta akan ditempatkan di MIN Moyo Hilir, MIN Sejari, MIN Empang dan MIN Bageloka. Sedangkan guru Kemenang yang ada di SMA ,SMP, SD akan direlokasi sesuai jenjangnya.
Estimasi penempatan di satmikel yaitu MAN 1 Sumbawa Besar sebanyak 9 orang, MAN 2 sebanyak 4 orang, MAN 3 sebanyak 3 orang. Untuk Jenjang satmikel MTs, MTsN Sumbawa sebanyak 41 orang, MTsN Empang 12 Orang, MTsN Alas 12 Orang, MIN Moyo Hilir 56 orang, MIN Bage Loka 9 orang, MIN Empang 7 orang, MIN Sejari 15 orang.
Yang menarik dari dikembalikannya PNS itu ke satuan kerja induk/ satminkel adalah sejumlah PNS yang telah menjabat sebagai kepala Madrasah dengan otomatis menjadi guru biasa. Mereka diperlakukan sama dengan guru biasa harus memenuhi beban kerja minimal 24 JTM perminggu. Tidak itu saja hak-haknya selama ini mendapatkan tunjangan sebagai kepala, dan 18 JTM yang diberikan melalui tugas tambahan selaku kepala dicabut oleh Negara.  Selain kepala Madrasah kepada guru biasa yang menjabat sebagai wakil kepala hak-haknya juga dicabut, 12 JTM itu tidak berlaku. Boleh saja mereka menjadi kepala atau wakil kepala di madrasah itu tapi hak-haknya dari Negara tidak diberikan. Yang harus memberikan/menanggungnya adalah Yayasan dari Madrasah itu sendiri.
Sejumlah kepala Madrasah merasa diperlakukan tidak adil menyatakan belum bisa meterima aturan itu. Mereka menilai apa yang menjadi kebijakan itu merugikan dan tidak berpihak pada kebijaksanaan., “ bukan masalah tunjangan/finansial, ini harga diri dan beban moral/psikologis, kami dirugikan”. Tidak itu saja yang disoal oleh kepala madrasah itu, masalah 24 JTM tidak mudah untuk didapatkan dalam kondisi madrasah yang jumlahnya terbatas. Sebelumnya para kepala Madrasah dibebankan masuk kelas 6 JTM dan 18 JTM selaku kepala madrasah. Namun saat ini semua itu tidak didapatkannya. Mereka disetarakan/dijadikan guru biasa dengan beban minimul 24 JTM dan maksimal 40 JTM perminggu. Kemungkinan besar kata mereka akan menuntut di Madrasah Negeri (satker/satminkel)nya agar JTM itu bisa diakomodir dengan alasan sama-sama menjadi tenaga pendidik di satker karena secara hokum SK yang dipegang menyatakan secara resmi jadi guru di satker itu. Selain itu persoalan banyak kepala madrasah itu yang sudah sertifikasi. Imbasnya jelas para guru yang di Madrasah induk nanti akan mengalami kekurangan JTM tentunya dia juga akan mencari JTM keluar, itu konsekuensi logis. Anehnya lagi sekiranya 40 sampai 50 orang minta JTM lalu seperti apa satker itu nantinya”. Seperti yang dikatakan salah satu kepala madrasah yang namanya tidak mau dikorankan. Mereka berencana akan membentuk forum lalu untuk menyikapi aturan dimaksud guna mendapatkan pengakuan keberadaannya selaku kepala madrasah.(Puje)

1 komentar: